Noorhalis Majid, Pegiat literasi bahasa banjar yang aktif menulis tentang khasanah budaya, sosial dan politik. |
Menutup lubang, namanya manyumpali. Bila dilakukan oleh orang lain, disebut disumpali. Sumpal, adalah bahan atau benda yang digunakan untuk menutup lubang. Ukurannya, harus benar-benar sesuai, sehingga lubang tertutup rapat.Lubang dimaksud buka hanya berwujud benda, namun juga lubang lainnya, termasuk lubang mulut. Ungkapan ini menyindir lubang yang tidak mudah ditutup, disumpali. isi sumpalnya tak terbatas. Lubang tersebut bernama lubang mulut.
Dengan apa lubang mulut bisa disumpali? Tentu saja dengan sesuatu yang disukai mulut. Bila tidak, mulut akan tetap terbuka, yang berarti mengeluarkan bunyi, suara. Kalau suaranya menyakitkan telinga tentu sangat berbahaya, karena itu, mulut yang mengeluarkan suara tersebut harus disumpali agar bunyinya bisa diredam.
Semakin sesuai dengan selera mulut, semakin tertutup lubang mulut dan hilanglah suaranya. Suara yang semula lantang, menjadi sunyi senyap, tidak terdengar lagi. Jangankan bunyinya, garunum atau buriniknya saja tidak ada.
Sumpal yang dianggap paling efektif adalah sumpal serba guna, diolah dan dijadikan apa saja bisa, yaitu sumpal duit. Dengan disumpal pakai duit, mulut menjadi diam. Ketika ungkapan ini disampaikan, yang dimaskudkan dengan sumpal tersebut adalah suap berbentuk uang atau materi lainnya. Sumpal, berupa suap, mampu meredam segalanya. Jangan berharap ada perubahan, bila pelaku perubahan bisa disumpali.
Perubahan yang sangat efektif dilakukan dari atas, dari kepala. Dimulai dari pemimpin. Namun bila pemimpinnya kena sumpali, tidak akan mampu melakukan perubahan. Begitu pula kelompok masyarakat sipil, atau kelompok ekternal, independent, yang diharapkan berani menyampaikan suara perubahan. Bila kelompok inipun mau disumpali, tidak akan ada perubahan.
Para penyumpal, pihak yang berkepentingan dengan soal-soal yang harus ditutupi. Korupsi, penjarahan sumber daya alam, penyalahgunaan kekuasaan, penjarah kekayaan negara, dan berbagai dosa ekologi dan sosial lainnya, terus disuarakan. Suatu waktu menjadi kesadaran dan gerakan publik.
Agar tidak terjadi, mulut-mulut yang bersuara harus disumpali. Sumpalnya harus besar, agar tidak ada suara barang sedikitpun. Sumpall dalam bentuk materi, uang dan jabatan. Kalau semua sudah disumpali, tidak ada pilihan lain, mencari tokoh baru, mulut baru untuk kembali bersuara. Kalau ini juga disumpali, ciptakan lagi tokoh baru, mulut baru, sampai penyumpal kada kasumpalan.
Oleh Noorhalis Majid-Tokoh Pegiat Budaya Banjar, mantan Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kalsel .