Sejarah Dan Perjalanan Pasar Kamis

Penampakan sebagian wajah Pasar mingguan, Pasar Kamis yang ada di Jalan Tingang Menteng Kelurahan Pulang Pisau. Foto/ Egy

POS SINDO.COM, Pulang Pisau – Pasar mingguan, yang buka hanya setiap pada hari Kamis di jalan Tingang Menteng Kelurahan Pulang Pisau, memang pasar yang sudah menjadi legenda. Pertukaran uang dilokasi tersebut termasuk paling tinggi dari semua pasar mingguan yang ada di Kabupaten Pulang Pisau. Keberadaan Pasar kamis bak ikon ekonomi untuk ibu Kota Pulang Pisau.

Pantauan media ini, tidak kurang hampir ribuan manusia akan berjejal setiap minggunya di pasar tersebut. Para pembeli berasal dari berbagai desa dan kelurahan di wilayah Kahayan hilir, sementara para pedagangnya malah datang dari jauh, dari Mandomai, Kapuas, Marabahan. Bahkan ada juga yang membuka lapak dari Banjarmasin.
Dua saksi sejarah, yang mengikuti perjalanan pasar kamis dari nol sampai ramai saat ini. Foto/ Egy

Penelusuran media ini, Pasar Kamis mulai berdiri sekitar tahun 1990-an. Saat terjadi peristiwa kebakaran hebat di Pasar Harian, pasar patanak. Puluhan toko yang berada dibibir sungai ludes terbakar.

“Akibat kebakaran hebat itu, para pedagang yang berjualan permanen kehilangan tempat. Para kapal dagang juga mulai mencari lokasi lain untuk berjualan. Awalnya sempat membuka lapak di area dekat jalan perintis yang sekarang jadi kantor Polairud, cuma karena kurang ramai. Kita geser lagi,” ujar, Ahmad Husaini (52) tahun, salah satu pedagang sepuh di pasar kamis.

Peran Wad Duha

Ketika pencairan lokasi pasar baru, dikisahkan Ahmad Husaini saat itu mereka bertemu dengan Haji Burhan, seorang tokoh Banjar yang cukup dikenal di Kawasan pelabuhan dan Pasar. Oleh haji Burhan kawanan pedagang yang belum punya tempat diusulkan untuk memakai tanah milik Wad Dhuha, mantan Camat Bahaur yang memang punya tanah kosong di pinggir sungai, lokasinya di anggap sangat stretegis.

“Saat itu tanahnya ditumbuhi rumput dan semak. Mana juga sepi, hanya sedikit rumah di sekitar wilayah itu. Namun ukuran tanahnya cukup luas, 60x70 meter. Kita tanya pa Wad Dhuha. Apakah bisa kami pakai jualan," Kenang Husaini.

"Untungnya beliau berkenan. Bahkan pa Wad Dhuha meminta kami mengumpulkan pedagang lain untuk ikut mengisi agar pasar tersebut menjadi lebih hidup. Maksud beliau, dengan banyak yang berjualan, ekonomi warga di sekitar situ bisa ikut bangkit,” tutur pria yang juga pernah menjadi supir tembak antar provinsi ini.

Atas izin Wad Dhuha, tanah lalu dibuka dengan gotong royong. Masing-masing pedagang mulai memilih titik untuk berjualan. Secara perlahan di area tersebut mulai banyak pedagang lain berdatangan, bahkan penjual yang umumnya hanya berjualan dari kapal juga mau pindah dan membuka lapak ke darat, menebus lapak sederhana.

Narasumber lain, Nurdamin ketua RT 07 yang menjadi lokasi tempat Pasar Kamis berada mengungkapkan jika Pasar kamis dulu tampilannya sangat sederhana. Lapaknya dibuat dari kayu galam, atapnya masih memakai daun rumbia dan sebagian lagi pakai terpal.

“Makin lama pasar makin ramai, lokasi menjadi luas. Masyarakat sekitar juga mulai tertarik ikut membuka lapak sendiri, ada juga yang disewakan. Beberapa kali lapak sering berganti-ganti pemilik. Hingga akhirnya tahun 2007 itu, pemerintah daerah mulai masuk dan membebaskan tanah di pasar," ungkap Nurdamin.

Pasar Tempat Nostalgia

Menariknya, di pasar kamis menurut Nurdamin barang yang di jual pedagang relatif masih sama dengan awal pertama kali buka. Yaitu sembako, barang pecah belah, hingga jualan yang memang di cari para pekerja.

“Misalnya seperti jala, pahat untuk penyadap, kemudian onderdil perahu ces sampai ke Pandai besi juga ada di pasar kamis. Uniknya di pasar kami, kalau kita tertarik kita masih bisa nawar, ambil banyak minta diskon. Kalau di harian belum tentu bisa begitu,” tutur Nurdamin.

Selain itu, di pasar kamis juga masih ada pedagang yang awet berjualan jajanan tradisional dengan menu dan resep yang sama dari puluhan tahun yang lalu. Misalnya dia menyebut seperti sop, kue-ku tradisional sampai es putar.

“Makanya banyak juga yang sengaja datang ke pasar kamis hanya ingin bernostalgia, misalnya mencari es putar yang mereka sebut es legend,” ujar Nur sambil tersenyum.

Perlu Konsep dan Penataan Yang Matang

Sayangnya, meski sudah memasuki usia kepala 3, yakni 32 tahun. Pasar mingguan atau pasar Kamis nampak belum terurus dengan maksimal. Penataan lapak pedagang yang masih semrawut hingga meluber ke bahu jalan, belum lagi penanganan sampah hingga titik lokasi parkir yang tidak merata menjadi pekerjaan rumah semua pihak.

Tidak hanya itu, keberadaan gerbang atau gapura yang umumnya bisa ditemui dibanyak pasar milik pemerintah, hingga kini tidak bisa kita jumpai di pasar kamis. 

Penulis : Sam, Egy
Editor  : Dedy

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال