Mengenang Wiji Thukul, Seniman Dan Aktivis Yang Hilang Karena Perlawanan

Wiji Thukul Seniman dan aktivis era orde baru yang dinyatakan hilang hingga saat ini. Foto/Kempalan.com

POS SINDO.COM - Saat ini mungkin tidak banyak anak muda yang mengenal seorang Wiji Thukul. Padahal ditahun 1998 namanya begitu terkenal sebagai aktivis. Dimana saat itu, 24 tahun lalu Wiji Thukul dinyatakan hilang, tanpa jejak, bahkan hingga saat ini.

Wiji Thukul dikenal sebagai seorang seniman, ia suka sekali membuat puisi yang memuat kondisi sosial politik disekitar.

Salah satu kalimat puisinya yang sangat terkenal hingga kini adalah puisi berjudul Peringatan, yaitu :

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang,

Suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan

Dituduh subversif dan mengganggu keamanan

Maka hanya ada satu kata: lawan!


Uniknya dengan latar belakang seniman, Wiji Thukul juga dikenal sebagai aktivis pembela buruh. Ia kerap kali membacakan langsung puisi kritisnya yang mampu membakar semangat orang lain dan juga membuat panas kuping. Misalnya, ada satu cerita tepatnya 11 Desember tahun 1995.

Saat itu Wiji Thukul berhasil mendorong 15 ribu lebih buruh pabrik garmen PT Sri Rejeki Isman (Sritex) di Desa Jetis, Sukoharjo, Solo, untuk berhenti kerja sejak pagi. Alasannya ribuan buruh tersebut digaji di bawah standar minimal provinsi dan sering lembur berlebih sehingga alami sakit. Padahal, saat itu kas keuangan perusahaan sedang bagus.

Thukul, selaku Ketua Jaringan Kesenian Rakyat (Jaker) yang dekat dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD), lalu menggerakkan buruh untuk berdemonstrasi. Bagi PRD, demonstrasi buruh Sritex adalah gerakan politik kaum buruh melawan Orde Baru.

Namun, sekitar jam tujuh pagi, aparat bertindak arogan dan menangkap Wiji Thukul. Dianggap provokator, dirinya dipukul hingga membuat mata kanannya bengkak dan membiru, sehingga terancam buta.

Meski selanjutnya ia mendapat pengobatan dengan operasi, namun luka dimatanya membuat tampilan mata Wiji Thukul berbeda dari awal.

Hilang di peristiwa Kuda Tuli

Peristiwa Kudatuli Awal mula hilangnya Wiji Thukul tak lepas dari peristiwa 27 Juli 1996 yang dikenal sebagai peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli alias Kudatuli.

Saat itu, PRD yang di bawah pimpinan Budiman Sudjamitko dituding oleh pemerintah melalui Kepala Staf Bidang Sosial dan Politik ABRI Letnan Jenderal Syarwan Hamid, sebagai dalang di balik peristiwa itu. Sehingga, para aktivis PRD diburu, termasuk Wiji Thukul.

Ketika itu, Wiji Thukul yang berada di Solo sebagai Ketua Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat atau Jaker yang merupakan badan yang merapat ke PRD.

Widji Thukul kabur usai beberapa anggota kepolisian mendatangi rumahnya. Dalam pelarian, Wiji Thukul harus mencuri kesempatan untuk bertemu dengan istrinya Sipon. Paling sering keduanya bertemu di Pasar Klewer.

Setiap bertemu, mereka membuat janji untuk pertemuan selanjutnya. Saat itu pula, Wiji Thukul menceritakan beberapa daerah yang dikunjunginya dan beberapa kali ia meminta duit kepada sang istri untuk membiayai hidup pelarian.

Selama pelarian, ia memiliki nama beberapa nama Samaran yaitu Paulus, Aloysius dan Martinus Martin. Ia juga sering memakai topi supaya tidak mudah dikenali. Selain itu, Wiji Thukul juga kerap menggunakan jaket saat keluar rumah untuk menyamarkan badannya yang kerempeng.

Hilang Tanpa Kabar

Pada tahun 1998, Wiji Thukul menghilang. Hilangnya Wiji Thukul secara resmi diumumkan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pada 2000. Kontras menyatakan hilangnya Wiji Thukul sekitar Maret 1998 karena diduga berkaitan dengan aktivitas politik yang dilakukan oleh Wiji Thukul sendiri.

Saat itu bertepatan dengan peningkatan operasi represif rezim Orde Baru dalam upaya pembersihan aktivitas politik yang berlawanan dengan Orde Baru. Sejak dinyatakan hilang, sampai saat ini keberadaannya Wiji Thukul masih misteri apakah ia masih hidup atau sudah tiada.

sumber : Kompas.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال