Ramainya Impor Barang Bekas, Berimbas Anloknya Harga Sampah Rongsok Dalam Negeri

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang Bekasi Jawa Barat. Foto / istimewa


POSSINDO.COM, Jakarta - Memasuki akhir bulan September 2022, harga jual rongsok atau sampah bekas di dalam negeri mengalami penurunan. Akibatnya, hampir semua pemulung dan para pengepul barang bekas yang ada di sekitaran area Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang Bekasi Jawa Barat merasakan dampaknya.

Terjadinya penurunan harga jual barang rongsok rupanya berlangsung dari beberapa bulan lalu. Mereka yang kesehariannya mengandalkan hidup dari hasil mengais pengolahan sampah, merasa kewalahan akibat turunnya harga tersebut.

Penyebab jatuhnya harga jual sampah pungutan pemulung yang disetorkan kepengepul diduga diakibatkan, ramainya kiriman sampah atau bahan baku impor yang membanjiri Indonesia. Hal tersebut juga berlalu sama pada banyak daerah lainnya.

Hal ini dirasakan langsung salah satu seorang pemulung yang ada di TPST Bantargebang, Sukari, pria berusia 50 tahun asal Indramayu Jawa Barat mengungkapkan, terjadi penurunan harga sampah rongsok belakangan ini semakin harus membuat dirinya bekerja lebih ekstra lagi.

Dirinya mengaku jika saat merongsok barang bekas buangan dalam sehari bisa dapat hingga ratusan ribu. Dengan rincian harga sampah gabrugan atau campuran sebelumnya diharga seribu perkilo, kini hanya dibeli diharga Rp.800 per kilogram. Begitu juga harga kertas mengalami penurunan dari harga 900 perkilo saat ini hanya dihargai 400 perkilo. Sementara plastik PET slofan kini menjadi Rp800 dari sebelumnya Rp 1.200 per kilogramnya.

“Artinya dengan kenaikan harga barang akibat naiknya harga BBM saat ini, pendapatan justru menurun sampai 40 - 50 persen, belum lagi masuknya barang atau sampah rongsok dari luar negeri seperti karung, kertas, plastik, dan logam.ikut membuat makin berat,” keluh dirinya.

Hal serupa juga dialami Adi, pria berusia 45 tahun yang juga seorang pengepul rongsok di sekitar TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu. Dikatakan dirinya setelah penurunan harga jual, membuat penghasilan jadi berkurang. Saat ini hampir dari semua jenis rongsok mengalami penurunan harga.

"Sebelum harga plastik PET Rp5.000 menjadi Rp3.200 per kilogram. Aqua gelas Rp5.300 anjlok tinggal Rp3.800 per kilogram. Harga kertas yang sebelumnya Rp3.500 menjadi Rp2.050 per kilogram, sedangkan Ember Rp 2.300 turun menjadi Rp 2.000 per kilogram" papar Adi.

Menurut dirinya, turunnya harga jual bukan hanya barang-barang tersebut saja. Seperti berjenis logam dan kaca juga mengalami penurunan seperti Nilek dari yang sebelumnya Rp3.700 per kilogram menjadi Rp2.700 per kilogram. Beling Rp3.800 per kilogram jatuh menjadi Rp11.150 per kilogram.

Untuk bahan berjenis logam atau besi tua lanjut dikatakan Adi, mengalami penurunan harga jual dari yang sebelumnya Rp25.000 menjadi Rp18.000 per kilogram. Kemudian Tulang dari Rp2.500 jatuh harga Rp 1.900 per kilogram.

Penurunan harga jual sampah tersebut menurut mereka, menjadi beban setelah maraknya adanya impor barang yang masuk ke dalam negeri.

Minta Pemerintah Cari Solusi

Menanggapi hal tersebut, Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) Bagong Suyoto, meminta agar Pemerintah Pusat bisa segara mengambil tindakan. Seperti melakukan sosialisasi ke lapangan di kawasan TPST Bantargebang, TPA Sumurbatu, dan TPA Burangkeng.

Usaha sampah bekas di TPA belakangana menjadi lesu akibat masuknya sampah impor. Foto/ IST

Upaya itu menurutnya penting dilakukan, sebagai upaya mengendalikan kondisi yang tidak stabil dilapangan. Bahkan mulai berdampak para usaha mikro hingga masyarakat kecil seperti para para pemulung yang jumlahnya tidak sedikit. Pemerintah harus cepat tanggap mengenai jatuhnya harga-harga sampah pungutan dari pemulung. Selain itu juga melakukan pengecekan perkembangan industri daur ulang dalam negeri.

"Jika benar bahwa jatuhnya harga-harga rongsok atau sampah bekas disebabkan karena kenaikan harga BBM dan impor, pemerintah pusat harus melakukan treatment khusus, melakukan pertolongan darurat pada mereka yang sedang menjerit" ungkap Bagong Suyoto

Dikatakan Soyoto lagi, apabila sampah dan bahan-bahan baku impor membajiri Indonesia maka Pemerintah harus bisa melindungi para pemulung, dan pelapak kecil serta sektor pendukung daur ulang dalam negeri. Pemerintah pusat harus sesegera mungkin mulai untuk mengurangi impor yang mulai terlihat dan harus bisa memutuskan kerjasama impor barang yang masuk kedalam negeri.

Setelah ditetapkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri dan Kapolri melalui Menteri Perdagangan No. 482 Tahun 2020, Menteri LHK No. S.235/MENLHK/PSLB3/ PLB.3.5/2020, Menteri Perindustrian No. 715 Tahun 2020 dan Kepala Kepolisian RI No. KB/1/V/2020 tentang Pelaksanaan Impor Limbah Non bahan Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri pada tgl 27 Mei 2020. SKB ini memuat kesepakatan penyusunan bersama peta jalan (road map) dalam rangka percepatan ketersediaan bahan baku industri dalam negeri sebagai bahan baku impor limbah non B3, khusunya kelompok plastik dan kertas.

“Pemerintah pusat, katanya sedang menyusun road map sektor industri daur ulang plastik dan kertas dalam negeri. Ada upaya untuk mengurangi impor bahan baku tersebut secara bertaha. Pemerintah juga harus menstabilkan harga-harga sampah pungutan” terang Bagong Suyoto. (Arief Suseno)

Editor : Dedy



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال