Oleh : Muhammad Firhansyah
Padahal, pasal 74 Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menegaskan bahwa belanja desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang meliputi pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan masyarakat desa, serta tetap berpihak pada sistem pengelolaan yang transparan dan akuntabel.
Berkaca pada laporan yang disampaikan masyarakat. sejumlah temuan Ombudsman banyak mengindikasikan terjadi maladministrasi seperti dalam laporan pelayanan administrasi kependudukan saja sebagian besar desa ditemukan belum memiliki media penyebararan informasi pelayanan administrasi sebagaimana pasal 8 huruf e angka (2) permendes nomor 22 tahun 2016 dan pasal 6 ayat 2 permendagri nomor 2 tahun 2017 yang mengamanatkan agar aparat pemerintahan desa menggelar keterbukaan informasi agar mendorong masyarakat yang partisipatif.
Jenis laporannyapun beragam, mulai dari adanya dugaan penyalahgunaan pengelolaan dana desa yang dilakukan oleh oknum kepala desa, ataupun melibatkan sejumlah perangkat desa. tidak transparan dan tidak adanya pelibatan/partisipasi warga desa atas perencanaan program dan pelaksanaan, hingga indikasi penyalahgunaan wewenang oleh oknum aparat desa kerap menjadi keluhan teratas yang disampaikan.
Dalam aspek pelayanan publik. Ombudsman juga menerima keluhan maladministrasi di desa seperti tidak memberikan pelayanan, permintaan imbalan, uang, barang/jasa (pungli), penyimpangan prosedur, diskriminasi, tidak ada standar pelayanan publik dan pengelolaan pengaduan yang tidak kompeten, tidak tertib administrasi, non partisipatif publik dan tidak lengkapnya bukti-bukti penggunaan pengelolaan dana desa. sampai pengabaian kewajiban kewenangan.
Padahal bila disorot dari aspek filosofis, desa adalah elemen pertama dan utama untuk membangun pelayanan publik negara. Maka penting untuk memberikan perhatian serius berkaitan tata kelola pemerintahan desa. termasuk mencegah korupsi masuk desa
Dari sudut pandang Ombudsman, pintu pertama dan utama korupsi adalah maladministrasi. Apalagi dengan digulirkannya dana desa yang jumlahnya mencapai 1 Milyar. Maka, tidak menutup kemungkinan akan terjadi migrasi korupsi dari kota ke desa,
Di sisi lain. Faktanya masih banyak perangkat desa termasuk kepala desa, belum dibekali kemampuan leadership yang mumpuni, kurangnya kemampuan manajemen Organisasi, dan manajemen tata kelola dan tertibnya administrasi desa sampai aspek utama yaitu pengetahuan anti korupsi dan anti maladministrasi.
Imbasnya pelayanan publik desa tidak maksimal, perangkat atau oknum kepala desa menjadi tersangka korupsi dan perbuatan melawan hukum lainnya, pembangunan dan kesejahtreraan desa lambat, terlebih hak warga untuk medapat pelayanan prima menjadi tinggal angan semata-mata
Maka. Menyikapi ini harus ada upaya serius, baik pemerintah pusat dan daerah. Untuk terlibat aktif dalam upaya peningkatan pelayanan publik desa, termasuk mencegah perilaku koruptif dan maladministrasif. Jangan sampai para kepala desa terus berurusan dengan aparat penegak hukum, bolak balik di kepolisian, kejaksaan ataupun pengadilan Karena terjerat kasus hukum yang efeknya menghambat pembangunan kesejahteraan warga desa.
Saatnya publik desa benar-benar merasakan kehadiran negara dalam wujud pelayanan publik prima yang nyata, tidak hanya makan “janji syurga” pejabatnya saja, Tapi, mendapatkan haknya sebagai warga negara.
Penulis : Adalah Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman RI Perwakilan Kalsel
Tags
Opini