Mengenal Bahalai, Kain Khas Dayak Ngaju (Bagian 1)

Menteri BUMN, Erick Thohir dalam satu acara, saat menerima Kain Bahalai bermotif Dayak Ngaju Kalimantan Tengah beberapa waktu lalu. Foto/ IST

POS SINDO.COM, Ragam - Mendengar kata Bahalai yang terlintas dalam benak kita adalah selembar kain dengan beragam motif yang biasanya digunakan pada acara pernikahan, potong pantan atau acara adat lainnya dalam masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah.

Tetapi apakah anda tahu, kenapa kain ini dinamakan bahalai dan sejak kapan Bahalai digunakan oleh masyarakat adat Dayak ?

Arti Bahalai

Kata Bahalai berasal dari kata Bahai (bahu) dan melay/lay (bertempat/ditempatkan/dipasangkan) sehingga bahalai artinya kain yang diikatkan di bahu. Jadi bahalai adalah kain digunakan untuk menggendong bayi dengan cara kain diselempangkan kemudian kedua ujung kain diikatkan pada bahu atau bahai. Awalnya kain ini dinamakan Bahai lay namun seiring waktu akhirnya lebih dikenal dengan nama Bahalai. Selain digunakan sebagai alat bantu untuk menggendong, Bahalai juga digunakan untuk penutup tubuh saat mandi atau disebut sinjang dan untuk membuat ayunan bayi yang disebut Entang/tuyang.

Bahan dan Cara Pembuatan Bahalai

Bahalai dibuat dari bahan tumbuhan yang ada di alam sekitar tempat tinggal masyarakat dayak, yakni serat daun nenas, kulit batang pisang dan serat tengang yakni sejenis tumbuhan merambat yang biasanya sebagai tali untuk mengikat karena sangat kuat.

Untuk cara pembuatan daun nenas dan daun pisang disuir-suir menjadi serat halus kemudian dikeringkan dan diawetkan menggunakan bahan-bahan alami. Setelah itu serat nenas dan serat pisang ini ditenun menjadi kain. Sedangkan untuk empat sisinya dipasangi tali tengang sehingga tidak mudah robek.

Setelah selesai, Bahalai diwarnai dengan bahan-bahan alami diantaranya tampuhut, masisin/karamunting, Henda bangapan (kunyit), tapanggang.

Kain bahalai diberi warna merah (Bahandang), hijau (Bahijau), Kuning (Bahenda), hitam (Babilem) dan putih (Baputi) menggunakan bahan-bahan pewarna alami tersebut. Untuk pola motif yang dibuat berupa garis melintang (hamparang) dan tegak lurus (hambujur) atau dikenal dengan pola tapak lampinak, kemudian pola melingkar atau disebut pola matan punei/mata burung punai.

Selain pola dasar tersebut, pewarnaan Bahalai juga semakin bervariasi, mulai dari motif bentuk tanaman, motif bentuk binatang atau motif lainnya tetapi tetap mempertahankan pola garis dan lingkaran atau tidak diperbolehkan menggunakan pola sirang atau miring. Untuk pembuatan satu lembar Bahalai biasanya membutuhkan waktu paling singkat enam bulan hingga satu tahun.

Ditulis oleh : Agerson Namang
Penulis merupakan Pelaku, Pemerhati Seni dan Budaya Dayak

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال