Dana Bagi Hasil Minyak Rendah, Bupati Meranti Bakal Gugat Jokowi

Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti H Muhammad Adil SH MM

POSSINDO.COM, Nasional - Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, memprotes Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ihwal dana bagi hasil (DBH) produksi minyak di Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Dia bahkan mengaku akan menggugat Presiden Joko Widodo seusai berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

Bupati Adil mengatakan Kepulauan Meranti sudah menghasilkan minyak sejak 1973 di mana terdapat 222 sumur. Total itu setelah memperhitungkan penambahan 13 sumur di tahun ini dan 19 sumur lagi pada 2023.

"Bagaimana cara perhitungannya (DBH) ya tidak pas. Hampir 8.000 barel per hari, mulai bulan 6 semenjak konflik Rusia-Ukraina harga minyak naik, tapi kok DBH turun," kata Adil dalam Rakornas Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah se-Indonesia, dikutip Senin (12/12/2022).

"Meranti itu targetnya 2023 9.000 barel per hari. Jadi kalau seandainya kami naik, penghasilannya besar dianggap penurunan, saya mengharapkan bapak keluarkan surat untuk penghentian pengeboran minyak di Meranti. Jangan diambil lagi minyak di Meranti, tidak apa-apa kami juga masih bisa makan daripada uang kami dihisap sama pusat," tegasnya.

"Ada 103 sumur (minyak) di Meranti sudah kering diambil oleh pusat, tidak tahu saya untuk di mana. Sekarang tinggal beberapa lagi kira-kira," tambahnya.

Adil menyebut saat ini terdapat 25,68% penduduk miskin ekstrem di Riau yang sebagian besar berada di Meranti. Tingginya angka kemiskinan itu dianggap karena minimnya manfaat yang diterima masyarakat setempat melalui DBH dari pengeboran minyak.

"Teganya minyak kami, duit kami tidak diberikan," ujar Adil.

Adil mengaku sudah berupaya meminta penjelasan dari Kemenkeu terkait ini, namun tak kunjung mendapatkan solusi. Dia bilang, telah tiga kali menyurati Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk meminta pertemuan langsung, tetapi Kemenkeu bersikukuh audiensi dilakukan secara daring.

Jika persoalan ini tak kunjung selesai, kata Adil, dirinua bakal meminta supaya semua kegiatan pengeboran minyak di Kepulauan Meranti dihentikan.

"Jadi seandainya (hasil minyak) naik, kami penghasilannya besar dianggap penurunan, saya mengharapkan nanti bapak keluarkan surat untuk penghentian pengeboran minyak di Meranti," kata Adil.

"Jangan diambil lagi minyak di Meranti itu. Nggak apa-apa kami juga masih bisa makan daripada uang kami diisap sama pusat," tuturnya.

Sementara, dalam kesempatan yang sama, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman mengaku sudah berulang kali menjelaskan kepada Adil bahwa formulasi penghitungan dana bagi hasil telah diatur dalam undang-undang.

Dia bilang, dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) diatur bahwa pembagiannya diperluas ke daerah lain, bukan hanya dikembalikan ke daerah penghasil saja.

"Itu kan ada formulanya, misalnya ditetapkan dalam UU itu 85 persen diberikan kepada pusat dan daerah sebesar 15 persen. Kemudian, bukan hanya daerah penghasil, tapi daerah yang berbatasan, daerah pengolahan, dan daerah lainnya sebagai pemerataan," kata Luky.

"Jadi kalau berdasarkan formula, pasti kami bayarkan, dan formulanya itu," sambung dia.

Sementara, terkait audiensi daring, dia menjelaskan, pertemuan online memang menjadi budaya kerja baru di Kemenkeu sejak pandemi. Hal itu dimaksudkan untuk menghemat waktu dan bisa melakukan pertemuan dengan efisien. (Redaksi)

Sumber : Kompas.com



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال