Falentina (42) salah penjual barang antik di Pasar Triwindu, saat sedang merapikan barang jualannya. Foto/Arief Suseno
POS SINDO.COM, Ragam – Merebaknya perkembangan teknologi saat ini dalam berbagai aktifitas untuk menudukung menghasilkan uang “cuan” bukan sebagai halangan bagi penggiat pengusaha penjual barang antik yang ada di Pasar Triwindu, Solo Jawa Tengah untuk tetap bisa bertahan hidup.
Dari sebagian besar para penjual barang antik yang ada pasar tersebut bermula dari menekuni hobi sebelum diputuskan untuk dijual kembali. Hal itu tentunya diharapkan dapat menjadi modal untuk berinvestasi jangka panjang melalui hasil berjualan benda berusia tua ini.
Ada beragam jenis barang yang di jual di Pasar Triwindu, yakni mulai dari perabotan rumah tangga sampai barang seni peninggalan budaya masa lampau yaitu berupa hiasan menjadi sajian yang ditawarkan. Walau terkesan kuno dan bekas, barang memiliki nama latin antiquus (tua) ini ternyata masih memiliki nilai harga jual tinggi di tengah para penggemarnya.
Pagi itu, kendaraan roda empat dan roda dua sudah terlihat berlalu lalang memadati Jalan Diponerogo, Keprabon, Kecamatan Banjarsari daerah setempat. Disitulah beragam pasar barang antik ini berada yang jaraknya tidak jauh dari bibir jalan. Satu persatu area parkir pasar perlahan terisi oleh kendaraan para pengunjung yang ingin mencari barang antik, tak terkecuali Falentina salah satu penjual barang antik di Pasar Triwindu dan tengah bersiap-siap untuk membuka lapak kios julannya.
Wanita berusia 42 tahun asal Magelang, Jawa Tengah ini, nampak terlihat sibuk membersihkan dan membenahi barang antik dagangannya agar tetap terlihat kinclong jauh dari debu. Sesekali ia harus menata ulang kembali lampu-lampu kuno yang biasa di pajang hingga meluberi teras depan kiosnya.
Dibantu oleh sang suami serta kedua anaknya yang ikut berjualan, Falentina menceritakan awal memulai usaha berjualanan barang antik.
Sudah hampir 13 tahun dirinya merintis usaha berjualan barang antik di Pasar Triwindu. Hingga kini dari hasil selama berjualan dirinya sudah bisa menghasilkan keuntungan yang cukup fantastis dan bisa memiliki dua buah kios.
Kecintaan mengoleksi barang antik tak lepas dari sosok nenek dari suaminya yang mewarisi usaha tersebut. Hal itu dilakukan semata-mata agar tidak terjadi kepunahan dan hilang sejarah cerita ditengah keluarganya, yang telah turun menurun mengkoleksi barang antik. Mengapa demikian, karena menurutnya barang antik selain telah menjadi bagian pekerjaan tetapnya untuk menghasilkan uang.
“Kalau dulu, untuk awal berjualan ikut nenek dari suami. Seiring berjalannya waktu mulai berjualan sendiri si dari tahun 2010. Waktu ikut nenek barang-barang yang dijual hampir semuanya masih orisinil. Untuk saat ini sebagian sudah dicampur dengan yang repro-repro atau tiruan, namun tidak mempengaruhi peminat dari pembeli. Seperti lampu gantung, keramik-keramik, payung, dan masih banyak macam lagi lainnya,” ujar Falentina dalam perbincangan kepada media ini, pada (29/12/2022) beberapa waktu silam.
Sambil memandangi barang antik dagangannya, Falentina mengatakan, untuk harga seperti koin yaitu Rp5.000 sampai ratusan ribu. Begitu juga dengan barang jenis keramik mulai harga Rp150.000 hingga puluhan juta. Dari beragam jenis barang dan harga yang ditawarkan tentunya tidak menyurutkan para peminat pembeli. Kebanyakan mereka yang membeli selain para kolektor juga ada dari kalangan generasi muda yang saat ini sudah mulai tertarik untuk mengkoleksi barang-barang antik.
Pasang Surut Di Hadapi Penjual
Ada fase-fase dimana para pedagang harus merasakan turunya omset penjualan, seperti disaat terjadiya wabah pandemi covid 19. Semua pedangang harus rela menelan ludah pahit, karena pasar yang biasa dijadikan tempat mengais rejeki itu sempat ditutup sementara oleh pemerintah daerah setempat selama tiga minggu.
Beragam barang antik yang dijual di Pasar Triwindu Solo Jawa Tengah. Foto/Arief Suseno
Sejauh ini, selama ia berjualan barang antik omset yang di hasilkan setiap bulannya bisa mendapatkan omset keuntungan sekisar 20 jutaan rupiah.
Nilai tersebut tentunya merupakan alternatif untuk berinvestasi melalui berjualan benda-benda tua tersebut. Kendati begitu, Falentina tidak menampik apabila selam berjualan tidak selamanya mujur dan mendapatkan untung besar.
Falentina mengatakan, selama masa pandemi untuk mencari satu juta saja seperti hal yang mustahil. Begitu juga setelah kondisi mulai membaik semuanya harus beradaptasi, tidak ada pengunjung yang datang.
Sebagai alternatif cara mengakali itu, penjualan barang antik dijual dengan cara online dan kirim keluar daerah, meskipun hanya satu dua saja yang terjual. Setidaknya cukup untuk tetap bisa membayar sewa kios di Pasar Triwindu.
Untuk saat ini pandemi telah berlalu, dirinya sudah bisa tersenyum lebar karena perlahan omset yang bisa didapatkan dari berjualan barang antik kian membaik. Seperti yang dikatakan, bahwa untuk akhir-akhir ini omset pendapat dalam sebulan mencapai Rp 15.000.000. Kabar baik ini tentunya menjadi semangat untuk para penjual barang antik lainnya yang ada di Pasar Triwindu.
Seperti diketahui bahwa Pasar Triwindu merupakan sebuah pusat perbelanjaan barang kuno atau tua terbesar di Jawa Tengah. Beragam jenis barang unik bisa ditemui di pasar ini. Para pedagangpun menilai kepedulian pemerintah daerah setempat dalam mendukung perekononian warga dirasakan cukup membuat lega dan meringankan beban mereka.
Sejalan dengan itu, karena keunikannya mampu memikat pemerintah daerah setempat hingga mendukung pelestariannya, yakni dengan menyediakan fasilitas tempat berjualan barang antik Pasar Triwindu ini. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk membantu dan meningkatkan perekonomian warga setempat.
Pada 1997 silam Pasar Triwindu mulai mendapatkan renovasi. Alhasil banyak pengunjung yang sudah mulai berdatangan baik dari luar negeri seperti Jepang, Belanda, dan Prancis tak tertinggal juga pengunjung dalam negeri. Melihat hal tersebut Falentina menanggapi, menurutnya pemerintah daerah setempat dirasa sudah cukup bagus dan telah memperhatikan para pedagang bisa terus berjulan di pasar ini. Upaya ini tentunya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (Arief Suseno)
Editor : Dedy