Pelepasan tukik di pantai Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta pada Sabtu (28/01/2023) tadi. Foto: Arief Suseno.
POS SINDO.COM, Jakarta - Dalam upaya mencegah terjadinya kepunahan satwa serta menjaga keberlangsungan ekosistem alam dan hayati. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi DKI Jakarta, kembali melepas liarkan anak penyu di Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Kepulauan Seribu daerah setempat pada 28/1/2023 Sabtu kemarin 18:05 WIB.
Polisi Kehutanan (Polhut) BKSDA Jakarta Wilayah Seksi Tiga Pulau Rambut, Budi Kusuma Wardana (42) mengatakan, ada sebanyak 50 ekor tukik sisik yang sudah siap untuk dilepaskan kembali di habitat aslinya. Dari semuanya itu merupakan hasil upaya penyelamatan telur yang ditemukan oleh para petugas patroli di sekitaran pinggir pantai Cagar Alam Pulau Bokor, pada 2 November 2022 silam.
"Di saat itu kita sedang melaksanakan kegiatan patroli kawasan di Pulau Bokor bersama rekan-rekan. Awalnya kita menemukan jejak penyu saja, setelah kita lakukan pengecekan ternyata ada telurnya," ucap Budi, saat ditemui di Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, 28/1/2023 Sabtu.
Ia menceritakan, ada 120 telur penyu yang ditemukan dan para petugas segera memindahkannya ke tempat yang lebih aman yakni Pulau Rambut. Upaya ini untuk membantu kelancaran penetasan telur dengan menggunakan wadah semi permanen. Selain itu sebagai cara mencegah dari ancaman hewan predator lainnya.
"Penemuan ini merupakan hasil dari patroli rutin. Jadi dipilihnya pulau ini karena posisinya jaraknya lebih strategis.
Penyu-penyu yang ini ditemukan di kawasan Cagar Alam Pulau Bokor, terkadang juga pernah bertelur di Pulau Rambut, namun untuk di daerah ini kita selalu kalah cepat dengan predator di sekitaran sini, sehingga tidak pernah ditemukan telurnya," ujarnya.
Menurutnya, meskipun Pulau Bokor masih sedikit dari ancaman predator namun upaya penyelamatan telur dilakukan agar tidak terjadi kepunahan. Selama ini petugas juga jarang menemukan telur penyu dan hanya sebatas jejaknya saja.
Penemuan Telur Penyu Mulai Berkurang
Dari hasil patroli yang dilakukan oleh para petugas Polhut BKSDA Jakarta wilayah Seksi Tiga Pulau Rambut, penemuan telur penyu saat ini sudah mulai berkurang, dan sangat berbeda dari sebelumnya. Kendati begitu pemantauan terus dilakukan.
"Selama satu tahun di 2022 telur yang bisa diselamatkan oleh para petugas baru saat ini saja. Dan ini berbeda dari sebelumnya di 2021, pernah sampai 10 kali ditemukan dalam setahun. Untuk rata-rata semuanya berjenis penyu sisik," ungkap Budi.
Lanjut terangnya, untuk tempat penangkaran penyu sejatinya ada di Pulau Pramuka. Hampir semua jenis penyu dilakukan pengembang biakan disana. Sementara, untuk di Pulau Bokor hampir sebagian besar dihuni oleh monyet ekor panjang. Jadi ditemukan telur di pulau tersebut merupakan hal jarang karena selama ini hanya menemukan jejaknya saja.
"Selama 52 - 56 hari dari 120 telor anak penyu yang baru bisa menetas hanya 50 ekor, sedang lainnya masih ada yang belum dan ada satu yang mati. Untuk hari ini pelepasan dilakukan sesuai perintah dan aturannya. Seperti jam waktu yang tepat untuk melepaskan ke laut yaitu pada sore hari menjelang malam. Hal ini untuk menghindari ancaman predator laut," ungkapnya.
Sejumlah anak penyu jenis sisik dilepaskan ke habitat aslinya oleh Polhut BKSDA Jakarta ,Wilayah Seksi Tiga Pulau Rambut pada pada 28/1/2023. Foto: Arief Suseno
Seperti diketahui bahwa penyu merupakan satwa yang masuk kedalam golongan hewan terancam punah salah satunya adalah Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata). Sejalan dengan ini hewan tersebut kini menjadi salah satu satwa dilindungi tak terkecuali jenis penyu lainya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomer 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Semua jenis penyu laut di Indonesia telah dilindungi. Hal ini menegaskan bahwa segala bentuk perdagangan penyu baik dalam keadaan hidup, mati maupun bagian tubuhnya itu dilarang.
Permen LHK No.20 tahun 2018 tentang jenis dan satwa yang dilindungi dan Permen LHK No. 106 tahun 2018 tentang perubahan Permen LHK No.20 tahun 2018 menyatakan bahwa 6 jenis penyu tergolong satwa yang dilindungi oleh Undang-Undang.
Budi tidak menampik, bahwa perburuan penyu di daerah tersebut pernah terjadi sekitar tahun delapan puluhan. Hal itu dikarenakan kurangnya penjagaan dari para petugas di sekitaran kawasan. Untuk saat ini kata dia semuanya sudah tidak ada lagi karena upaya edukasi ke pada masyarakat sudah mulai berjalan.
Kendati begitu untuk saat ini permasalahan yang bisa mengancam pada hewan yang pandai berenang dengan indah adalah faktor sampah. Menurutnya jika ada sampah yang mampir di sekitaran pantai juga sebagai penyebab sulitnya penyu yang ingin bertelur dan berkembang biak secara alami.
"Saya juga himbauan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan terutama di kali, karena sampahnya jika masuk ke laut bisa kumpul di pinggir pantai. Apalagi lagi sering kumpul di Kepulauan Seribu dan ini bisa mengganggu satwanya," tukasnya. (Arief Suseno)
Editor : Dedy