Sejarah Hari Pers Nasional Dan Raden Mas Tirtohadi Soerjo

Tokoh Perintis Pers Nasional, Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo yang lekat dengan peringatan Hari Pers Nasional. Foto/Net

POS SINDO.COM, Nasional - Hari Pers Nasional yang diperingati pada tanggal 9 Februari besok rupanya juga bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Hari Pers Nasional ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) RI No. 5 tahun 1985 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Januari 1985.Dicetuskannya Hari Pers Nasional tak lepas dari peran wartawan sebagai aktivis pemberitaan yang membangkitkan kesadaran nasional masyarakat.

Salah satu tokoh perintis Pers Nasional adalah Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo asal Blora kelahiran tahun 1880 dan meninggal ditahun 1918. Karena jasanya yang besar dalam mengembangkan jurnalistik nasional dalam kemerdekaan dirinya dianggap sebagai Bapak Pers Nasional.

Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo sendiri merupakan alumni School tot Opleiding van Indische Artsen atau Stovia yang saat menjadi sekolah pendidikan dokter pribumi pada zaman Hindia.

Usai keluar dari Stovia, Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo bekerja sebagai redaktur harian Bintang Betawi (yang kemudian berganti nama menjadi Berita Betawi), kemudian ia di percaya memimpin media Medan Prijaji yang berkantor di Bandung.

Sebagai surat kabar pertama yang bersuara nasional, di dalam surat kabar ini sering muncul kritik-kritik yang ditulis sendiri oleh R.M. Tirto Adhi Soerjo. Kritik tersebut uniknya dibuat dalam bentuk cerita pendek, sehingga mudah ditangkap pesan yang disampaikan saat itu.

Dirinya melalui media surat kabar tempatnya bekerja sering membuaat propaganda dan aspirasi umum yang membuat panas pihak penjajah. Tirto Adhi Soerjo berani mengkritik keras pemerintah kolonial Belanda saat itu.

Bahkan di bawah tajuk utama surat kabar Medan Prijaji, ia nekatr menulise sebuah judul saat itu “Organ-organ perahu di negara yang dipimpin oleh Hindia Olanda, tempat jiwa mereka berkumpul”, yang menjadi Semboyan Tirto Adi soerjo saat itu dan dianggap radikal.

Bandingkan dengan motto yang digunakan oleh surat kabar lain, Sinar Sumatra “Kekallah Wolanda Raya, Setia kepada Kerajaan Wolanda Sampai Mati”. Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (Indonesia) dan semua pekerja yang menjaga, mencetak, menerbitkan dan wartawan adalah “Bumiputera” “Aborigin Indonesia”.

Tirto menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903—1905), Medan Prijaji (1907—1912) dan Putri Hindia (1908). Tirto juga merupakan orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda dan pembentuk pendapat umum. Dia berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu. Hingga dirinya sampai pernah ditangkap dan disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pulau Bacan dekat Halmahera

Dirinya meninggal di Batavia pada 7 Desember 1918 pada umur 37 atau 38 tahun. Atas jasanya dirinya dikenang sebagai seorang tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional Indonesia, sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional Indonesia. Namanya sering disingkat T.A.S.. atau kerap disapa Tirto.

Sumber : Kompas.com, Surau.com







Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال