Hujan Deras Saat Tolak Perppu Cipta Kerja, Ribuan Massa Tetap Gelar Aksi


Para Massa membakar atribut yang mereka bawa di depan Gedung DPR/MPR sebagai simbol protes, pada Selasa, (28/2/2023) siang tadi. . Foto: Arief Suseno

POS SINDO.COM, Jakarta – Meski diguyur hujan lebat saat menggelar aksi penolakan Perppu Cipta Kerja, ribuan massa aksi tetap menggelar dan melakukan orasinya di depan Gedung DPR / MPR Jakarta, pada Selasa, (28/2/2023) siang tadi.

“Hidup rakayat, hidup buruh, hidup petani, hidup nelayan, hidup mahasiswa, hidup perempuan Indonesia,” teriak salah satu orator pemimpin demo dihadapan para peserta aksi.

Sajian pernak penik atribut sebagai simbol bertuliskan protes penolakan seperti poster dan spanduk besar mulai terpampang disekitaran tempat lokasi unjuk rasa. Begitupun atribut keranda mayat hingga nasi tumpeng sebagai pelengkap di aksi tersebut juga tidak ketinggalan.

Dari pantau media ini, kegiatan unjuk rasa terlihat berjalan lancar meski sempat diwarnai kepulan asap hitam bekas pembakaran benda-benda bekas yang tercecer, dan sengaja di bakar oleh peserta aksi.

Orasi tuntutan silih berganti terus disampikan oleh masing-masing orator dari pimpinan demo. Seperti diketahui penolakan mereka menginginkan agar Undang-Undang (UU) Cipta Kerja segara dihapus.

Para aksi menganggap pemerintah kurang tanggap dalam melakukan tindakan bijak untuk masyarakat. Mulai dari Putusan Mahkamah Konstitusi hingga gelombang tuntutan rakyat Perppu Cipta Kerja diabaikan.

Pengamat Politik Rocky Gerung yang hadir ditengah massa juga turut menyuarakan, bahwa UU Cipta Kerja sebagai regulasi paling busuk di Asia Pasifik. Ia meminta agar DPR untuk segera mencabut Perppu tersebut karena kurang tepat.

“Kita ingin kasih sinyal kepada kekuasaan, bahwa mereka yang didalam terlalu lama memerintah dan itu menyebabkan ketidakadilan sosial dari Sabang sampai Merauke. Jadi teman-teman spanduk yang terkumpul ini adalah suara rakyat,” ungkapnya ditengah massa aksi.

Rocky Gerung menyebut, kita berupaya untuk meyakinkan bahwa masyarakat Indonesia saat ini menghendaki perubahan politik secepat-cepatnya. Mereka yang menunda artinya sudah menghina suara rakyat.

“Omnibus law adalah hinaan terhadap buruh, menghina buruh artinya menghina keluarga buruh yang didalamnya ada emak-emak ada anak-anak. Jadi kita tuntut bukan sekedar upah tapi perubahan sistem pegadaian,” sahut Rocky Gerung. 

 

Para unjuk rasa tolak Perppu Cipta Kerja terlihat tetap bertahan di depan Gedung DPR/MPR Jakarta meski sempat diguyur hujan, (28/2/2023) Selasa. Foto/Arief Suseno

Meskipun disini diguyur, Pengamat Politik senior ini menuturkan bahwa hujan dan awan gelap yang menggantung tidak akan melemahkan kita. Ada hal yang lebih gelap yang menggantung diatas politik kita. Bahwa letak mereka itu yang menggantung menjadi sumber kegegelapan bangsa ini.

“Satu kali kita ucapkan bahwa pastikan bahwa gerakan ini tidak akan berhenti, satu kali kita ucapkan bahwa perubahan itu adalah kekal tidak boleh ada tuker tambah politik, keadaan kita memaksa kita untuk terus ada dijalan, kerena suara dari jalan adalah suara perubahan,” tukasnya. (Arief Suseno)

Editor : Dedy

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال