Kisah Waqaf Abadi Masyarakat Aceh Melalui Habib Bugak Al Asyi

Hotel Ramada, salah satu hotel bintang lima di Kota Makkah yang berdiri diatas tanah waqaf masyarakat Aceh 200 tahun lalu melalui Habib Bugak Al Asyi. Foto/IST


POSSINDO.COM, Ragam – Setiap tahunnya, Jemaah Haji Aceh mendapat tambahan dana yang berasal dari wakaf Habib Bugak Alasyi. Tidak hanya uang jemaah haji Aceh juga diberi buku, kue, dan payung dari hasil waqaf tersebut.

Pemberian dana itu berasal dari keuntungan usaha Hotel yang berdiri ditanah waqaf atas nama Habib Bugak Al Asyi di Mekkah. Jumlahnya luar biasa, mencapai puluhan miliar setiap tahunnya. Tidak heran setiap satu orang Jemaah haji asal Aceh bisa mendapat 5 juta rupiah, menyesuaikan pembagian. Waqaf tersebut terus abadi berlangsung setiap tahunnya.

Kisah Waqaf tersebut bermula pada tahun 1800-an silam. Saat itu ada tokoh ulama bernama Habib Bugak Al Asyi yang tinggal di Aceh yang memiliki gagasan unik. Ia menginisiator masyarakat Aceh untuk patungan membeli tanah di Tanah Suci Makkah, Arab Saudi yang dimaksudkan sebagai lokasi istrihat bagi warga Aceh yang menunaikan ibadah haji.

Rencana itu ia mulai sendiri dengan mengeluarkan tabungan pribadinya. Hingga berhasil menggugah rakyat Aceh untuk ikut tergerak menyumbangkan hartanya melalui Habib Bugak.

Dikatakan salah satu petugas Wakaf Baitul Asyi, Jamaluddin Affan di kawasan Misfalah Kota Makkah beberapa waktu lalu. Usai dana terkumpul Habib Bugak Al Asyi lalu berangkat ke tanah suci dengan perjalanan kapal laut dan menempuh waktu hingga berbulan-bulan perjalanan.

“Saat itu belum ada Kerajaan Arab Saudi seperti sekarang ini. Belum ada Indonesia. Di Makkah sini masih dikuasai oleh Turki Ustmani. Nah Habib Bugak yang datang membawa bekal dana untuk wakaf lalu membeli tanah yang lokasinya persis di samping Masjidil Haram," kata Jamal.

Di atas tanah itu lalu didirikan penginapan untuk menampung jemaah asal Aceh. Jemaah pun tak lagi bingung mencari tempat tinggal selama berada di Makkah.

"Ketika Turki pergi, pemerintahan melakukan penataan, perapian administrasi. Setiap tanah termasuk tanah wakaf harus ada penanggungjawabnya. Harus ada satu nama yang bertanggung jawab," ujar Jamal.

Para tokoh yang ikut menyumbang dana untuk tanah wakaf itu kemudian bersepakat agar Habib Bugak menjadi penanggung jawab dari tanah itu. Habib Bugak sempat menolak.

"Menolak karena dia tidak ingin ketika namanya digunakan sebagai penanggungjawab wakaf, dana tersebut nanti akan diambil keluarganya. Habib Bugak murni ingin agar tanah wakaf itu digunakan untuk kepentingan jemaah Aceh," kata Jamal.

Akhirnya di depan mahkamah pencatatan wakaf, dimasukkanlah syarat mengenai penggunaan tanah wakaf itu maupun hasil uang dari pengelolaannya.

Habib Bugak yang akhirnya setuju namanya dipakai sebagai penanggung jawab, dalam ikrarnya menyatakan bahwa wakaf itu hanya diperuntukkan kepada jemaah asal Aceh.

"Jadi syarat itu mengikat, hanya untuk jemaah haji asal Aceh. Baik mereka yang sudah menjadi warga negara di Saudi maupun yang statusnya mukimin," tutur Jamal.

Lalu saat Masjidil Haram direnovasi, tanah wakaf ini termasuk digunakan untuk perluasan lintasan thawaf. Oleh nadzir (pengelola) wakaf, uang ganti rugi digunakan membeli dua bidang tanah di kawasan yang berjarak 500-an meter dari Masjidil Haram. Tanah itu dibangun hotel bintang lima oleh pengusaha dengan sistem bagi hasil. Dari situ lah, 'bonus' untuk jemaah Aceh mengalir tiap musim haji.

Bahkan keuntungan hasil waqaf tersebut digunakan untuk membeli Gedung di kawasan Syaukiyah pada tahun 2017 lalu senilai 6 juta riyal. Gedung itu oleh pengelola dijadikan tempat tinggal bagi warga Arab Saudi keturunan Aceh, para mahasiswa asal Aceh dan orang Aceh yang bermukim di Arab Saudi secara gratis tanpa batas waktu tinggal. (redaksi)

Sumber : Merdeka.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال