Carut-Marut, Sengkela Lahan Warga Desa Pantik dan PT BSG

Marjono dan Sarimin, dua Warga Desa pantik Kecamatan Pandih Baru, Kabupaten Pulang Pisau menunjukan lokasi lahan mereka yang digarap PT BSG dan belum menerima ganti rugi. Foto/Dedy

POSSINDO.COM, Pulang Pisau- Carut marut masalah sengketa lahan kembali terjadi. Kali ini antara PBS, PT Borneo Sawit Gemilang (BSG) dengan sejumlah masyarakat di Desa Pantik, Kecamatan Pandih Batu yang masih belum menemui kesepakatan.

Pada Selasa (18/07/2023) lalu, Possindo berkesempatan turun langsung ke lokasi lahan yang menjadi sengketa dan bertemu dengan beberapa warga yang mengaku lahannya sudah digarap PT BSG  namun belum menerima ganti rugi pembebasan.

Warga tersebut yakni Sarimin (70) tahun, Marjono (80) tahun dan Tatang warga desa Desa Pantik Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau. Ketiganya mengaku memiliki lahan di RT 05 Desa Pantik yang kini telah ditanami sawit oleh PT BSG sejak beberapa tahun lalu.

Mirisnya, meski memiliki sertifikat yang dikeluarkan era pemerintahan kabupaten Kapuas tahun 1985 dan rutin membayar pajak atas tanah tersebut, perusahan masih belum bergeming membayarkan ganti rugi.


“Hingga kini lahan kami belum diganti rugi oleh perusahaan sawit PT BSG. Kami sudah beberapa kali menemui managemen hingga dilakukan mediasi, namun belum ada realisasi pergantian,” ujar Sarimin yang mengaku memiliki lahan 2 hektar.

Hal yang sama diutarakan Marjono, dirinya bahkan dengan lancar menceritakan sejarah asal usul tanah miliknya yang kini sudah berubah menjadi lahan sawit. dikatakan Mbah Marjono, begitu dirinya disapa. Dulunya tanah tersebut merupakan lahan transmigran era Zaman Soeharto yang diperuntukan bagi trans lokal untuk dikembangkan menjadi area persawahan Sawah.

“Bahkan pernah panen massal di lokasi tersebut ditahun 1989. Punya saya ada 3 hektar, sempat berhasil tanam padi dilokasi tersebut. Kalau semuanya ada sekitar 92 kepala keluarga waktu itu semua diberikan sertifikat oleh pemerintah. Itulah yang hingga kini saya pegang sebagai bukti yang sah,” ungkap Marjono.

Diakui Perusahaan Namun Belum Dibayarkan

Dua warga Desa Pantik Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau, menunjukan sertifikat atas tanah yang telah digarap perusahaan sawit PT BSG dan belum nerima ganti rugi. Foto/Dedy

Dikatakan Marjono dan sarimin, usai ramai melakukan protes pada perusahaan. Pihaknya sempat melakukan beberapa kali pertemuan. Salah satunya pada tanggal 11 November 2022 antara antara warga dengan pihak perusahaan. 

“Hasil pertemuan dibuat dalam berita dan saat itu pihak perusahaan mengakui lahan kami dan meminta tempo waktu pembayaran paling lambat 6 bulan setelah pertemuan itu dilakukan dan tertanggal berita acara tersebut ditandatangani. Namun nyatanya hingga kini belum terpenuhi,” ungkap Sarimin dengan nada harap.

Di usia senja, Sarimin dan Marjono berharap pemerintah Daerah yang saat ini ikut turun tangan memediasi kasus mereka bisa melakukan intervensi pada Perusahaan agar memenuhi janji mereka, melalukan ganti rugi lahan.

Manajer GAL PT BSG Hendro saat dikonfirmasi mengaku jika penyebab masalah sengketa tersebut terjadi karena Tumpang tundih lahan. Dikatakan dirinya di tahun 2018 lahan di Pantik dilepaskan oleh Diris dan h Eksel, kemudian ditahun 2022 menurutnya diklaim sama Marjono dan warga.

“Kami sudah ada mediasi ke sekda hari Senin kemarin. Rencanya akan kembali berlanjut senin depan untuk mediasi penyelesaian lahan tersebut. Kendalanya, di dana karena kami juga minta pertanggung jawaban yang jual awal,” ungkap Hendro.

Pihaknya mengaku terus mencoba untuk menyelesaikan secara damai. Salah satunya dengan menawarkan agar lahan tersebut menjadi plasma dengan anggota pemilik sertifikat. Agar supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan. Tapi mungkin belum tertarik warga trans pemilik swrtifikat,” ungkapnya lagi.

Pihak Lain dibayar 7 Juta Perhektar

Ditempat berbeda H Eksel, salah satu warga yang juga mengaku memiliki lahan di Desa Pantik membenarkan jika dirinya sudah menerima ganti rugi pembebasan dari PT BSG dilahan seluas 20 hektar. Untuk nilai 1 hektar diakui H Eksel dibayar 7 juta.

“Terus terang pembayaran punya saya itu juga dilakukan bertahap, tidak sekaligus hingga terbayarkan. Kalau lahan itu, merupakan hamparan dan tatah-tatah untuk mencari ikan, bentuk suratnya paklaring,” ungkap H Eksel.

Hingga kini H Eksel mengakui masih belum ada dilakukan pencocokan lahan bersama pihak PT BSG, BPN dan dengan pihak yang bersengketa. Dirinya pun siap koperatif jika jika nanti dibawa ke lapangan untuk menunjukan lokasi lahan yang dimilikinya. ( Tim Redaksi)

Editor : Tuah

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال