dr. Rihard Lee Memeluk Farel di Acaranya Podcastnya. Foto/YT: dr.Richard Lee
POSSINDO.COM Ketika usia 7 bulan dalam
kandungan, Farel sudah ditinggal pergi ayahnya masuk penjara untuk kurun waktu
12 tahun. Setelah lahir, usia 3 bulan giliran ibunya yang pergi
meninggalkannya. Sejak saat itu, Farel diasuh oleh kakek dan neneknya yang
miskin dari pihak ayah.
Kelas 2 SMP, ia mulai mencari ibunya. Tak tahu
mau mencari ke mana, Farel bertanya ke nenek siapa saja nama saudara kandung
ibunya. Setelah mengantongi nama, Farel pergi ke warnet dan membuka Facebook.
Singkat kata, ia bertemu dengan kakak kandung ibunya.
Lalu ia bertanya di mana ibunya, berapa nomer
teleponnya. Awalnya si budhe enggan untuk memberi informasi. Tapi setelah Farel
mendesak dengan memohon, akhirnya si budhe luluh dan memberi no WA.
Apakah setelah mendapat no WA lantas Farel
bisa bertemu ibunya. Tidak! Jangankan bertemu, berkomunikasi saja ibunya tidak
mau. Tapi Farel yang saat itu berusia 12 tahun adalah anak yang sabar, meski
sang ibu tak pernah membalas chat WAnya, ia tak berhenti mengirim kabar.
Tentang kesehatannya, tentang prestasi-prestasinya.
Farel, meski tumbuh dalam kekurangan ekonomi
dan kasih sayang, ia adalah anak yang cerdas. Di SMP, ia masuk 10 besar
Olimpiade Matematika se-Sumatera Utara. Tentu, di kelasnya ia selalu ranking 1.
Farel bukan saja cerdas, tapi ia juga anak
yang tahu diri. Ia bekerja apa saja yang penting menghasilkan uang. Kompetisi
apa saja diikutinya, kalau ia tahu hadiahnya ada uangnya. Semua aktivitasnya
itu dikabarkannya kepada ibunya. Tapi alih-alih bangga, WA Farel justru
diblokir.
Farel tetap sabar. Ia kembali membeli nomer
baru. Ia ingin tetap berkomunikasi dengan ibunya. Tapi WAnya cuma dibaca saja,
tanpa dibalas. Waktu Farel berusaha menelpon, jangankan diterima, WA Farel
justru diblokir untuk yang kedua kali. Farel tak putus asa. Ia membeli nomer
baru lagi. Dan lagi-lagi, ibunya memblokir. Hal seperti itu berlangsung sampai makan
7 kartu.
Akhirnya Farel lari ke TikTok. Di situ ia
curahkan kepedihan hatinya. Tapi alih-alih menuai simpati, Farel justru banyak
mendapat bully-an netizen. Sampai kemudian ada tivi yang mengundangnya. Dari
situ Farel menjadi viral. Semua stasiun tivi mengundangnya. Yutuber-yutuber
terkenal mengajaknya podcast, dan sampailah ia pada dr. Richard Lee.
Pada dr. Richard, Farel bercerita semuanya.
Dari awal sampai akhir. Podcast berdurasi satu jam lebih itu sukses membuat dr.
Richard menangis.
"Kamu tahu tidak, Farel, sebenarnya nasib
kita sama. Saya juga lahir dari keluarga miskin. Bedanya hanyalah kamu tak
diakui orangtuamu, sedangkan saya, orangtua sangat sayang sama saya."
"Seperti kamu, saya juga sangat menyukai
matematika. Hidup saya adalah matematika. Waktu SMA, saya juara 1 Olimpiade
Matematika se-provinsi Sumatra Selatan."
"Saya tahu, saya pintar. Saya ingin
memperbaiki nasib keluarga saya. Maka itu saya ingin menjadi dokter. Saya ingin
masuk kedokteran UI. Tapi terkendala ekonomi. Untuk pergi ke Jakarta dibutuhkan
biaya. Untuk hidup di Jakarta dibutuhkan biaya. Waktu ayah saya bilang,
jangankan membiayai kuliah kedokteran di Jakarta, untuk kuliah kedokteran di
Palembang saja ayah saya bilang tak sanggup. Biaya kuliah dan buku-buku
kedokteran 'kan harganya mahal. Ayah menyarankan untuk ambil jurusan ekonomi
saja. Di situ saya menangis. Saya menangis sejadi-jadinya. Sangat sedih saya.
Pupus sudah cita-cita saya menjadi dokter. Tapi akhirnya ayah saya luluh. Meski
terseok-seok, kuliah kedokteran di UNSRI saya jalani dengan semangat."
"Farel selulus SMA nanti ingin kuliah?"
"Cita-citanya, sih, begitu, Dok.".ungkap Farel
"Inginnya kuliah di mana, ambil jurusan apa?"
"Ingin masuk arsitektur. Kalau boleh milih aku mau masuk UGM, atau kalau enggak UI. Tapi 'kan nggak ada uangnya, Dok."
"Kamu nggak ingin jadi dokter?"
"Mau juga."
"Beneran mau?"
"Iya."
"Mulai sekarang belajar yang rajin supaya
kamu bisa masuk UI. Masih ada waktu 2 tahun untuk kamu mempersiapkan diri. Saya
akan support kamu. Saya akan memberi semua fasilitas yang kamu butuhkan. Mulai
saat ini, hutang-hutangmu dan hutang-hutang nenek kamu akan saya bayar lunas. Mulai
saat ini kamu dan nenek kamu harus berhenti bekerja. Biaya hidup kamu dan nenek
kamu saya yang tanggung. Fokus kamu sekarang cukup belajar yang rajin saja.
Karena sekarang, kamu adalah adik saya. Jangan kecewakan saya. Balas dendam
terbaik terhadap kemiskinan adalah berjuang untuk menjadi sukses. Saya akan
bantu kamu sampai kamu meraih kesuksesan."Ungkap dr. Richard
Begitulah, terkadang hidup seperti mimpi. Sedetik
yang lalu Farel masih sebagai anak yang terlunta dan miskin papa. Tapi di detik
berikutnya ia sudah menatap masa depan yang cerah. Maka, selagi nafas masih di
kandung badan jangan pernah berhenti berharap dan teruslah berusaha, pasti ada
jalan.
Tags
Profil