Presiden Joko Widodo Menyebut Pendanaan Transisi Energi dari Negara Maju Justru Menjerat Negara Miskin dan Berkembang dalam Tumpukan Utang Foto/BPMI Setpres |
Pernyataan itu ia sampaikan saat Kuliah Umum di Stanford University, AS pada
Rabu (15/11). Jokowi mengatakan tumpukan utang itu terjadi akibat pola
pendanaan yang diberikan negara maju masih mirip dengan yang diberikan oleh
bank komersial yang memberlakukan bunga tinggi.
Padahal katanya, kalau benar negara maju berniat positif dalam melakukan dan
mendukung transisi energi, harusnya pendanaan yang disediakan bersifat
konstruktif.
"Kita tahu semuanya sampai saat ini, sampai saat ini yang namanya
pendanaan iklim (transisi energi) masih business as usual, masih seperti
commercial bank. Padahal seharusnya lebih konstruktif, bukan dalam bentuk utang
yang hanya akan menambah beban negara-negara miskin maupun berkembang,"
katanya dalam Kuliah Umum di Stanford University, AS pada Rabu (15/11).
Selain kritikan itu, Jokowi mengatakan selama ini proses transisi energi di
dunia masih sebatas wacana saja. Transisi belum mengarah ke aksi nyata.
Hal itu kata Jokowi berbeda dengan yang dilakukan Indonesia. Ia mengatakan
komitmen transisi energi Indonesia tak perlu diragukan.
Ia menyebut Indonesia 'Walk the talk, not talk the talk'.
Ia menuntut transfer teknologi dan kolaborasi dari para negara maju, termasuk
investor yang masuk ke tanah air.
"Indonesia ingin memastikan transisi energi juga menghasilkan energi yang
bisa terjangkau oleh rakyat dan masyarakat," tegasnya.
"Dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin mengancam saat ini,
kolaborasi sangat penting serta langkah strategis dan konkret sangat
dibutuhkan. Tanpa itu, tidak mungkin bagi kita menjamin keberlanjutan
satu-satunya bumi yang kita cintai. We can't no longer take a slowly walk, we
must run fast, we must fear the tree," tutup Jokowi.
Sumber : cnnindonesia.com