Mahkamah
Konstitusi
POSSINDO.COM, Nasional - Undang-Undang Tentara Nasional
Indonesia (UU TNI) memasuki babak baru. UU yang baru saja disahkan oleh DPR RI
kini resmi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh sekelompok orang.
Sebelum dan setelah pengesahan, UU TNI mendapat penolakan
dari sejumlah pihak. UU tersebut disahkan dalam rapat paripurna DPR RI pada
Kamis (20/3) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat. Keputusan tersebut
diambil dalam rapat yang dihadiri sejumlah menteri dan dipimpin oleh Ketua DPR
RI Puan Maharani.
Dalam sidang tersebut, Puan didampingi Wakil Ketua DPR RI,
yakni Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir. Beberapa pejabat juga
hadir, termasuk Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal
Agus Subiyanto, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, serta Menteri
Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.
Puan kemudian mempersilakan Ketua Panja RUU TNI, Utut
Adianto, untuk menyampaikan laporan pembahasan revisi UU TNI. Utut menjelaskan
poin-poin penting dalam revisi ini, seperti kedudukan TNI, usia pensiun, serta
keterlibatan TNI aktif di kementerian atau lembaga. Ia juga memastikan bahwa
revisi ini tidak menghidupkan kembali dwifungsi TNI.
Setelah penyampaian laporan, Puan menanyakan kepada anggota
Dewan yang hadir apakah RUU tersebut dapat disetujui menjadi undang-undang.
Mayoritas anggota DPR menyatakan setuju.
"Kami menanyakan kepada seluruh anggota apakah
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dapat disetujui untuk disahkan menjadi
undang-undang?" tanya Puan.
"Setuju," jawab peserta sidang, disusul ketukan
palu sebagai tanda pengesahan.
Dua hari setelah disahkan, yakni pada Sabtu (22/3/2025), UU
TNI langsung digugat ke MK oleh tujuh orang pemohon. Berdasarkan situs resmi
Mahkamah Konstitusi, permohonan tersebut terdaftar dengan nomor
48/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025.
"Permohonan Pengujian Formil Undang-Undang Nomor ...
Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang
Tentara Nasional Indonesia," demikian bunyi pokok perkara gugatan
tersebut.
Para pemohon gugatan adalah Muhammad Alif Ramadhan,
Namoradiarta Siaahan, Kelvin Oktariano, M. Nurrobby Fatih, Nicholas Indra
Cyrill Kataren, Mohammad Syaddad Sumartadinata, dan R. Yuniar A. Alpandi.
Sebelumnya, massa aksi di depan Gedung DPR RI juga sempat
mengancam akan membawa UU TNI ke MK. Mereka menolak pengesahan revisi tersebut.
Pada Kamis (20/3) pukul 10.55 WIB, massa yang menolak revisi
UU TNI menggelar aksi demonstrasi dengan orasi serta membawa sejumlah poster
bertuliskan "Tolak RUU TNI" dan "Supremasi Sipil."
Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor
Keamanan, Satya, menyatakan bahwa revisi UU TNI bermasalah dan cacat
konstitusional.
"Kami mewakili masyarakat sipil menolak pengesahan RUU
TNI, karena di dalamnya masih banyak pasal bermasalah, seperti Pasal 47 yang
menambah jabatan militer aktif dalam sipil," ujar Satya.
Menurutnya, tidak hanya substansi yang bermasalah, tetapi
juga proses pembahasannya yang dinilai tidak transparan dan akuntabel.
"Proses ini sangat mengecewakan karena tidak dilakukan
dengan transparansi dan akuntabilitas," tambahnya.
Satya menegaskan pihaknya akan terus berupaya membatalkan
revisi UU TNI melalui berbagai cara, termasuk judicial review ke Mahkamah
Konstitusi.
"Jika ini disahkan, kami tidak akan berhenti dan akan
melakukan judicial review ke MK serta terus bersolidaritas.
Sumber : news.detik.com