PHK Besar-Besaran Awal Kepimpinan Presiden Prabowo, Mungkinkah Ekonomi Terbang 8 Persen Bisa Terwujud

Sritex selamat dari krisis moneter pada 1998 dan 2001 berhasil melipatgandakan pertumbuhannya sampai 8 kali lipat dibanding waktu pertama kali terintegrasi pada 1992. Pada 2013, PT Sritex secara resmi terdaftar sahamnya (dengan kode ticker dan SRIL) di Bursa Efek Indonesia. Pada 2014, Iwan S. Lukminto, Direktur Utama Sritex sekaligus anak sulung mendiang HM Lukminto menerima penghargaan sebagai Businessman of the Year dari Majalah Forbes Indonesia dan sebagai EY Entreprenuer of the Year 2014 dari Ernst & Young. Pada 2017, perusahaan ini berhasil menerbitkan obligasi global senilai US$ 150 juta yang akan jatuh tempo pada 2024. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

POSSINDO.COM, Ekonomi - Gelombang PHK Melanda Ribuan Pekerja Kehilangan Mata Pencaharian Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin marak terjadi belakangan ini, menimpa berbagai sektor industri di Indonesia. Salah satu yang paling mencolok adalah kasus PHK massal di PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Pabrik tekstil yang pernah menjadi raksasa di Asia Tenggara ini resmi menghentikan operasinya sejak 1 Maret akibat kasus kepailitan yang membelit perusahaan. Dampaknya, sekitar 10 ribu karyawan kehilangan pekerjaan.

Sebelum kasus Sritex, nasib serupa dialami pekerja Yamaha yang harus menghadapi penutupan dua pabrik piano di Indonesia. Sekitar 1.100 pekerja terdampak PHK dari keputusan tersebut. Tak hanya itu, industri semikonduktor juga terkena imbas, dengan penutupan pabrik Sanken di Cikarang yang mengakibatkan sekitar 900 pekerja kehilangan pekerjaan.

Gelombang PHK juga melanda sektor startup, seperti yang dialami perusahaan e-Fishery. Sekitar 400 orang terkena PHK akibat skandal laporan keuangan ganda yang mengguncang perusahaan tersebut. Sementara itu, di sektor manufaktur, dua pabrik sepatu di Banten, yakni PT Adis Dimension Footwear dan PT Victory Ching Luh, melakukan PHK terhadap sekitar 4.000 karyawan mereka.

Fenomena PHK massal ini merupakan kelanjutan dari tren tahun sebelumnya. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat bahwa pada 2024, sebanyak 77.965 pekerja terkena PHK, meningkat dari 64.855 pekerja yang mengalami nasib serupa pada tahun sebelumnya.

Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Andry Satrio Nugroho, menilai bahwa badai PHK ini terjadi akibat kurangnya perhatian pemerintah terhadap industri nasional. Ia menyoroti membanjirnya produk impor, baik legal maupun ilegal, yang menekan permintaan terhadap produksi dalam negeri. Produk-produk impor yang dijual lebih murah mengakibatkan berkurangnya daya saing industri lokal, yang pada akhirnya berdampak pada pemutusan hubungan kerja massal.

"Menurut saya, wajar terjadi PHK karena pemerintah dalam hal ini membiarkan industri domestik menderita. Industri lokal digempur habis-habisan oleh produk impor," ujar Andry saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (6/3).

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan masa depan industri dalam negeri dan stabilitas tenaga kerja di Indonesia. Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah strategis untuk melindungi industri nasional serta mencegah gelombang PHK yang lebih besar di masa mendatang.


Sumber : cnnindonesia.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال